Rabu, 16 Maret 2011

untittled

andai seketika aku terbang. . .
mungkin duniaku menghitam dan membawaku pergi..
andai seketika aku tertidur. . .
mungkin mimpiku akan membawaku ke surga. . .
Tuhaan...
aku ingin ada di sisi-Mu...
ingin ku sandarkan segala risau dan dukaku...
aku ingin mendekapmu...
ingin ku limpahkan segala tangis dan sesakkku...

Tuhan, dunia-Mu membuatku terpuruk
sesak dada dipenuhi nestapa..
hah !
hanya surga-Mu tempat terindah..
kekal dan tak tertandingi..

Senin, 14 Maret 2011

entah... :'(

Cinta tak selamanya harus memiliki. Yakin? Gak tau deh..
Aku mencintai ia yang sedari sulu jadi sahabatku. Dan sampai detik ini, gak ada sedikitpun rasa yang berubah. Kalopun aku pernah bilang “ya, aku bisa melupakan segenap rasa itu”, jujur saja ku katakan, itu adalah pernyataan munafik yang aku katakan. Tak pernah sedikitpun aku bisa lupakan semua itu. Semua kenangan terindah yang aku dapat dihidupku. Kebersamaan, rasa sayang yang sebenarnya sudah berjalan lama, hanya saja tanpa diakui status. Hanya sekedar perasaan. Ya, hanya itu.
Saat akhirnya aku tau siapa wanita yang ia pilih. Kalo aku bilang “aku ikhlas”, sekali lagi ku katakan, aku BOHONG! Karena dalam hatiku masih inginkan ia selalu jadi milikku. Menjalani hari-hari dengan rasa sayank yang semakin lama kupikir semakin membludak saja. Rasa sayang itu bercampur dengan luka hati yang terus tersakiti dengan kenytaan yang kian sakiti hatiku.
Menangis? Sudah! Berteriak? Sudah. Diam? Sering.
Apalagi yang harus kulakukan untuk ungkapkan segala pilu??
Aku lelah! Aku ingin semua berakhir dengan baik! Indah atau bahkan kehilangan bukan lagi masalah untukku. Aku tau ia sayangi diriku. Aku tau dia ada untukku! Tapi hatiku tak semudah itu terobati!!!
Entah apa yang harus aku lakukan. Sepenuh diriku penuh dengan namanya.
Dan pernah berpikir untuk menghentikan semua ini dan dengan kata lain, aku kehilangan dia, tapi apa?
Kenangan segelak tawa dan canda yang pernah terukir menggerayangi pikiranku. Dan lagi, aku menangis. Kapan semua ini berakhir indah.
Dalam tangisku aku selalu berharap “sekarang Tuhan jauhkan ia dariku, Tuhan akan tuntun ia untuk jadi lebih baik, dan kembali dekatkan padaku setelah ia mampu tuk jadi seorang Imam untuk diriku dan hidupku”.
Pain and tears never stop when I see you’re not besides me. :’(

Kan Ku jaga Andita selamanya

Saat itu, sekolah sudah sangat sepi. Hampir semua siswa sudah pulang ke rumahnya. Karena hari itu adalah hari sabtu. Hanya tinggal beberapa murid saja. Termasuk aku. Yaa… saat ini aku tengah duduk di bangku taman sekolah, menghadap ke taman bunga yang ada kolam air mancur ditengahnya. Tanganku tak lepas dari liontin kalung yang aku kenakan. “Andita” nama yang terukir di liontin itu. Ya, itu adalah singkatan namaku dan Dika. Andita adalah Andika dan Dita.

Aku menghela nafas panjang, dan bergumam dalam benakku, “Andika Arief Nurkhalifah, kamu dimana? Kapan kamu balik kesini?”, dan ternyata air mataku menetes deras.

“sayang, kamu lagi ngapain? Pulang yuk? Nanti malem aku ke rumah ya?”, hmm.. Ray rupanya. Dia adalah pacarku. Pacar yang akuuuu… hhmm.. ntahlah.. aku tak yakin aku benar mencintainya. Karena sebenarnya, rasaku tak berubah, aku hanya mencintai, menyayangi Dika, sahabatku sekaligus pemilik hatiku. Ya, diam-diam aku mencintainya.

“oh, ya. Terserahlah. Kamu mau pulang? Pulanglah ! aku masih ingin disini”, jawabku dengan sedikit senyum sinis.
“kenapa? Kamu marah?”
“nggak ko, kamu kaya gak tau aku aja. Aku lagi pengen sendiri”, jawabku masih dengan sabar.
“ayolah sayank, kita pulang!”
“Ray! Cukup ! aku muak sama kamu! Kalo kamu mau pulang, ya pulang aja! Gak usah paksa aku!”
“ya sudah”, dan Ray pun akhirnya pergi.

Semakin lama, hatiku terasa semakin sakit. Aku tak mampu bohongi hati, bahwa aku merindukan Dika dan aku hanya mencintai Dika, bukan Ray. Aku menangis semakin menjadi. Aku merasa bersalah telah mendustai hatiku juga Ray. Itulah kenapa, aku sangat sering minta putus dengan Ray, tapi Ray selalu menolak dengan banyak alasan.
Aku tenggelam dalam tangisanku.

“DITA!!!”, seseorang memanggilku. Aku segera berbalik, ternyata itu Sita, teman sekelasku. Dia menghampiriku.
“ada apa Sit?”
“Dit, sebenernya, Dika nitip sesuatu untuk kamu. Dia minta aku untuk kasihin ini kalo dia udah mau balik. Tapi aku perhatiin, akhir-akhir ini, kamu sering ngelamun, nangis, dan 2hari yang lalu kamu baru keluar dari rumah sakit. Dan Dit, aku juga tau, siapa nama yang selalu kamu sebut tiap malem di rumah sakit, kamu selalu manggil Dika, Dit! Dika! Aku gak tega liat kamu kaya gini. Jadi, nih, dari Dika sebelum dia pergi, semoga bisa ngehibur kamu ya Dit”, tuturnya sambil tersenyum.
“makasih ya Sit!”
“iya, sama-sama. Mm… Dit, aku ada acara, aku balik duluan ya! Bye! Keep smile, dear!”, pamitnya, sambil menghapus air mataku.

Aku mulai membuka kotak itu. Didalamnya ada sebuah gelang cantik berornamenkan bintang dan bola kaca dengan ornamen lumba-lumba melompat. 2 benda yang aku inginkan sejak dulu. Disitu ada secarik kertas. Dan kertas itu berisi seperti ini


Untuk Ditaku tersayank..
Dita.. kamu adalah sahabatku yang paling aku sayangi. Aku bahagia aku bangga karena aku dapat memilikimu. Aku tau kau menyayangiku, aku tau kau mencintaiku. Maaf aku lancang membaca diarimu saat aku terakhir kali main ke rumahmu. Dan Dita, tahukah kamu?
Jujur, aku juga mencintamu. Menyayangimu. Aku ingin menjadikanmu pendampingku, pacarku, kekasihku. Tapi aku takut, Dit. Aku takut aku kehilanganmu.
Dita, aku janji, aku akan kembali dihari ulang tahunmu. Tunggu aku Dit, tunggu aku bersama cinta itu. Karena aku akan kembali bersama cintaku untukmu. Jangan nakal ya kamu disana, aku gak akan rela kamu dimilikin siapapun. Hehe…
Lumba-lumba dan bintang, alasan aku memberimu hadiah itu adalah aku tau sangat kagum pada lumba-lumba. Dan bintang, karena kau adalah bintang hatiku Dit.
Jaga benda-benda itu ya dit, pandangi mereka saat kau rindukan aku. Aku janji, tak lama lagi aku kembali.
I LOVE U HONEY… you’re the number ONE in my heart…

Yang mencintaimu,
Dika

Membaca itu, aku tak mampu lagi menahan tangis. Aku menangis sejadi-jadinya.
“DIKAAAA!!! AKU INGIN KAMU KEMBALI! AKU JANJI AKU KAN MENUNGGUMU! Dikaaa…”, teriakku dalam tangis.

Saat itu juga aku langsung mengatakan yang sejujurnya pada Ray, hingga akhirnya, dia menyetujui perpisahan kami. Setelah putus dengan Ray, aku mulai tersenyum, dan mulai menanti untuk sekitar 3 bulan kedepan.

***

3 bulan berlalu penuh penantian yang melelahkan…..
Malam itu dirumahku diadakan pesta. Pesta perayaan ulang tahunku. Hampir semua temanku, menggandeng kekasihnya. Ooh Tuhan, andai ada Dika.
“Dika! Dimana dia? Kapan dia datang?”, aku berusaha sabar menanti.
Ray juga hadir kala itu. Kini tiba waktunya pesta dansa. Semua berdansa, dan tiba-tiba Ray hadir dihadapku, ia mengajakku berdansa. Tanpa pikir panjang, aku menerima tawarannya.
Saat aku tengah berdansa, tiba-tiba seseorang memanggilku dengan nada kecewa.
“Dita… ”, suara itu hadir tepat di belakangku. Aku berbalik seketika
“Dika?”, masih dengan nada tak percaya aku menatap sosok yang sedang berdiri dihadapku. Dika? Benarkah itu Dika?
“Dit, Kamu…… Argh ! “, dengan nada marah Dika berlari. Aku berusaha mengejar.
“DIKAAA ! Dika aku mohon kamu berhenti Dik ! Berhenti !”
Dika pun berhenti dan berbalik.
“mau apa lagi kamu? Kamu udah punya Ray, ngapain lagi kamu ngejar aku?”, jawab Dika ketus.
“Dik, aku gak pernah sayang sama dia. Aku masih nunggu Kamu, Dik! Aku nunggu kamu!”
“Nunggu, kamu bilang? Nunggu dengan belajar mencintai orang lain? Pergi kamu Dit! PERGI!”, bentak Dika kesal.
“Dik, aku mohon kamu percaya !”, aku tak mampu lagi menahan tangisku.
“Percuma Dit. Gak ada artinya aku pulang. Kamu udah bukan milik aku. Maafin aku Dit. Mungkin ini terakhir kalinya kita ketemu”, Dika berbalik dan pergi.
“DIKAAAAAA !”, aku menangis dan sesaat aku merasa semua menghitam.

***

“Dit, kamu gak papa?”, tanya seorang gadis disampingku.
“Dikaaa…. “, dengan lirih aku memanggilnya, berharap ia ada di sampingku.
“Dika lagi pergi sebentar, Dit. kamu tenang ya, nanti juga dia balik ko “, ucapnya sambil tersenyum. Dia adalah Sita.
“Sit, Dika marah Sit.. dia yang selalu aku tunggu, dia pergi SITAA!! AAAArgghh!!!”, aku menangis semakin menjadi.
“Tenang Dit, tenang. Tenang ya, Sayang. Aku janji aku bakal bawa Dika kesini ya. Kamu tenang ya, Sayang ”, Sita terus menghibur meski aku dengar suaranya mulai terisak. Aku tak peduli. Aku hanya ingin Dika. Tiba-tiba kepalaku sakit, entah ada apa di kepalaku, tiba-tiba aku mual. Aku merasa semua berputar. Aku tak tahu lagi apa yang terjadi pada diriku.

***

Beberapa hari aku tidak sekolah. Entahlah aku merasa ada sesuatu yang terjadi padaku. Hanya satu yang aku tahu, semakin hari, rambutku semakin tipis. Sebenarnya ini bukanlah hal baru. Hanya saja, akhir-akhir ini rambut rontokku semakin parah.

***

“Sebenarnya dia kenapa, Dok?”, tanya mama Dita pada dokter yang memeriksanya.
“mmm… begini bu”, dokter kelihatan sangat cemas.
“dok, kenapa Anda tampak begitu cemas Dok? Ada apa sebenarnya ?”, mama Dita mulai cemas.
“bu, sebenarnya Dita mengidap kanker darah. tidak hanya itu, ginjal sebelah kanannya membesar. Dan Bu, jantung Dita juga lemah”, Dokter Yudi menjelaskan dengan wajah kecewa. Sontak mama Dita menangis.
“Gak mungkin, Dok! Anak saya sehat !”, bantah beliau sambil menangis.
Hah? Dita sakit? Gak mungkin ! aku tak mampu menahan tangis.
Gpppraaannng !!!!
“Sita?”, mama Dita melihatku.
“Permisi, Tante”, aku pamit dan berlari secepat mungkin. Aku tak percaya akan apa yang baru saja aku dengar. Dita tak mungkin sakit! Dika ! ya, aku harus beritahu dia.

***

“Sayang, kamu tuh ya! Hehehe “, canda Dika pada Lili, kekasihnya.
“apa sih sayangku?”, balas Lili merajuk.
“Dika ! ngapain loe disini?”, bentakku.
“Apa sih Sit? Loe ganggu aja deh !”
“Loe ikut gue !”
“Gak mau!”
“IKUT GUE, DIKA!!!!”
“apaan sih loe? Loe gak liat, gue lagi sama pacar gue !”
“ikut gue sekarang ! Sorry Li, gue ada perlu sama Dika. Loe balik aja sama supir gue”
“hah? Gak mau! Kenapa gue harus balik sama supir loe? Loe donk yang balik sama supir loe! Gue kan lagi sama pacar gue”, jawab Lili dengan nada yang sangat menyebalkan.
“Balik gak loe!”
“sayang, maaf ya, kamu pulang dulu sama supirnya Sita ya. Maaf ya, sayang. Aku janji, nanti malem aku ke rumah oke? Mmuuaach “, bujuk Dika sambil mengecup dahi pacarnya itu.
Tanpa menunggu Lili pergi, aku lagsung membawa Dika pergi.

***

“Ngapain sih Loe bawa gue ke sini? Gue udah gak ada urusan sama Dita !”
Aku tak mau menjawab apapun. Aku muak padanya.
Kami turun, dan aku langsung membawanya ke teras belakang rumah Dita. Aku dan Dika melihat Dita dari jendela.
“Lihat itu ! itu Dita sejak kamu meninggalkannya !”, jelasku.
“Apa peduliku?”, jawab Dika dengan nada ketus.
“apa pedulimu kamu bilang? Kamu lihat? Sedang apa dia? Dia terus memandangi hadiah darimu. Sepanjang malam aku menjaganya, hanya namamu yang keluar dari mulutnya. Bahkan, dia langsung memutuskan Ray saat ia sadar dari pingsannya malam itu. Untuk siapa? Itu untuk kamu !”, aku mulai kesal.
“Halah, itu hanya omong kosong mu saja”, ucap Dika ketus sambil berlalu pergi.
Aku mengejarnya. Ia berjalan meninggalkan rumah Dita.
“Dik, dia sayang sama kamu Dik! Aku mohon, jangan lagi sakiti Dia!”
“Apa kamu bilang? Jangan sakiti dia? Jelas-jelas dia menyakiti aku! Dia mencintai orang lain! Aku tak percaya lagi!”
“Dik, dia selalu nangis di taman sekolah karena kangen kamu. Bahan obrolan kita, gak pernah jauh dari kamu! Sekarang dia butuh kamu ! kamu udah ada disini tapi kamu gak mau ada di deket dia?”
“Butuh? Dia kan punya Ray”
“Dia sakit! Umur dia gak lama lagi”, aku sudah tak tahan lagi. Mendengar itu, langkah Dika terhenti.
“sakit?”
“ya ! Dia sakit! Kanker darah! Dan gak cuma itu!”
“hahaha.. kamu mau ngebujuk aku? Gak usah segitunya deh kamu belain dia”, Dika tertawa mengejek.
“Oke kalo kamu gak percaya. Sekarang kita ke mamanya Dita!”, ajakku.

***

“Ya, itu semua memang benar”, jawab mama Dita sambil menangis.
“Gak! Tante bohong! Dita gak mungkin sakit Tan! Gak!”, Dika bersikeras membantah.
“Bener Dik, tante juga nyesel baru tau sekarang. Dita mengidap kanker darah stadium akhir itu. Selain itu karena rusaknya sistem kekebalan tubuh Dita, Dita juga mengidap penyakit lemah jantung dan gagal ginjal. Tapi dia gak tau. Tante juga gak tega ngasih taunya. Ngeliat dia yang masih sedih karena ditinggal kamu. Seminggu ini dia gak pernah keluar kamar”, tutur Mama Dita sambil menangis.
“Gak! Gak mungkin! Ditaa!!”, Dika belari ke kamar Dita.
“Dikaa?”, dengan lirih Dita menyebutkan nama orang yang paling ia sayangi itu.
“Dita, aku sayang sama kamu!maafin aku Dit. maafin aku”, Dika memeluk Dita bahkan ia menangis.
“Aku juga sayang kamu, Dik”, jawabnya dalam pelukan Dika. “Dik, kamu masih pake kalung kita?”, tanya Dita dengan suara yang semakin terbata-bata.
“Masih Dit, masih aku pake. Kita satuin yuk!”, ajak Dika.
Mereka lalu menyatukan 2 kalung berbentuk setengah hati itu menjadi satu. Menjadi bentuk hait yang utuh. Dengan sigap, Sita mengabadikan momen ini dengan kamer handphone-nya. Setelah itu, Dika memeluk Dita lagi.
Tiba-tiba…
“Dit?”, Dika melepas pelukannya. Ia merasakan tubuh Dita dingin membeku.
“Dita! Gak! Dita bangun Dita! DITAAAAA!!”, Dika berteriak dan menangis.
Mama Dita menghampiri. Ia menangis sejadi-jadinya. Ia tak percaya anaknya telah berpulang.
Tak lama Ambulans datang membawa Dita ke rumah sakit terdekat. Dita langsung masuk UGD. Namun tak lama dokter memeriksanya, dokter keluar dengan wajah kecewa.
“Maafkan kami, Bu. Anak ibu sudah tak tertolong.”, tutur dokter itu.
Mama Dita menangis sambil memeluk Sita. Dika menerobos pintu dan memeluk tubuh Dita yang telah terbujur kaku.
“Dita, aku sayang sama kamu Dit. aku sayang kamu”, Dika mengucapkan kata itu terus menerus sambil menangis.

***
Sepeninggal Dita, Dika tampak selalu murung. Ia tak pernah mau lagi mencintai gadis lain. Hingga akhirnya, Dika mengalami kecelakaan sepulang dari makam Dita pada hari ulang tahun Dita. Rem mobilnya blong, mobilnya masuk sungai, dan Dika tewas di tempat. Sesuai surat yang Dika simpan di kamar mamanya ia meminta dimakamkan di samping Dita.

***

Sita membuka pintu kamar Dika. Disana Sita menemukan sebuah buku berjudulkan “Kan Ku jaga Andita sampaii akhir hidupku”. Ternyata buku itu adalah buku hasil karya Dika untuk Dita.
“Kalian memang serasi, semoga aku akan dapatkan pasangan dan bisa seperti kalian” Sita menutup pintu kamar Dika sambil tersenyum.

hatiku menjerit

ketika hati menjeritkan luka seolah segalanya berurai duka..
hmm.. ntahlah, sepertinya tak ada lagi keberanian tuk ungkapkan semua..
tak ada yang salah memang, hanya saja hatiku masih kukuh dengan egonya..
tapi, ya begitulah kenyataan, tak mungkin bisa sejalan dengan mimpi-mimpi indah yang membuat kita begitu terlelap tidur..
tapi, ada yang aneh dengan hatiku..
ditengah sesaknya, hatiku terus menjeritkan doa-doa memohon Tuhan melapangkan hatinya..
ya, Tuhan, jadikanlah aku, makhluk-Mu yang Ikhlas :')